Header Ads Widget


 

BREAKING NEWS

6/recent/ticker-posts

Suami Penggal Kepala Istri dan Diarak Keliling Kota, Kini Terus Menuai Kecaman Publik



KABAPESISIR.COM (Jakarta) -- Kekejaman suami Mona Heidari, Sajjad jadi sorotan publik Iran hingga internasional. Sajjad membunuh Mona dan memenggal kepalanya. Kepalanya juga diarak keliling kota.

Dilansir AFP dan CNN, Minggu (13/2) tak berhenti disitu, kepala Mona diarak keliling jalan daerah Ahvaz, Iran. Sebuah video menampilkan aksi sadis Sayyad Heydari membawa potongan kepala Mona dengan satu tangan dan di tangan lainnya membawa sebilah pisau. Sayyad berkeliling dengan senyum di lingkungan Ahvaz sebuah kota di provinsi barat daya Khuzestan, Iran pada Sabtu (5/2) lalu.

Selama pernikahannya, Mona mengalami KDRT. Dia sempat kabur dari Turki selama 4 bulan dan kembali usai dibujuk ayahnya.

Sekembalinya dari Turki, Sajjad dibantu saudaranya membunuh Mona. Mereka diduga mengikat tangan dan memenggal kepala Mona. Tubuh Mona sendiri dibuang sebelum Sajjad mengarak kepala istrinya sendiri di jalan-jalan.

Dari laporan kantor berita Fars, ibu Sajjad mengakui anaknya sempat mengancam akan membunuh istrinya itu dan mengaku akan bertanggungjawab atas pembunuhan itu.

Akibat perbuatan Sajjad dan saudaranya, mereka kini telah ditangkap. Namun belum jelas hukuman apa yang akan mereka hadapi.

"Terdakwa pasti akan ditindak tegas," kata jaksa Iran. Abbas Hosseini kepada Fars.

Menikah di Usia 12 Tahun

Mona, yang masih sepupu Sajjad, telah dipaksa menikah dengannya ketika dia baru berusia 12 tahun. Mona kerap mengalami KDRT namun tetap mempertahankan pernikahanya demi anak laki-laki mereka yang masih berusia 3 tahun.

Dalam sebuah wawancara dengan ayah Mona, dia mengatakan telah mengantongi sertifikat resmi untuk mengizinkan anaknya menikah. Padahal usia minimal untuk menikah di Iran adalah 13 tahun untuk perempuan, dan 15 tahun untuk laki-laki. Namun pihak CNN belum bisa mengkonfirmasi berapa usia Sajjad saat menikahi Mona.

Kecaman datang dari berbagai pihak atas pembunuhan Mona. Selengkapnya dapat dilihat di halaman selanjutnya.

Kecaman Berbagai Pihak

Karena kasus ini, Wakil presiden Iran untuk urusan perempuan, Ensieh Khazali, mendesak parlemen dan pihak berwenang untuk meningkatkan kesadaran guna mencegah kasus-kasus serupa.

Berbagai surat kabar dan media sosial Iran diwarnai curahan keterkejutan dan kemarahan atas pembunuhan Mona Heidari. Banyak dari mereka menuntut reformasi sosial dan hukum di Iran.

"Seorang manusia dipenggal, kepalanya ditampilkan di jalan-jalan dan pembunuhnya bangga," kata harian reformis Sazandegi.

"Bagaimana kita bisa menerima tragedi seperti itu? Kita harus bertindak agar femisida tidak terjadi lagi."

Pembuat film feminis terkenal Tahmineh Milani menulis di Instagram: "Mona adalah korban dari ketidaktahuan yang menghancurkan. Kita semua bertanggung jawab atas kejahatan ini."

Tak hanya itu, seruan agar dihidupkan kembali reformasi undang-undang untuk perlindungan perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga dan untuk menaikkan usia legal untuk menikah digaungkan. Saat ini, Iran mengatur batas usia minimal untuk menikah bagi perempuan adalah 13 tahun, sementara laki-laki 15 tahun.

Pengacara Ali Mojtahedzadeh, di koran reformis Shargh, menyalahkan "celah hukum" di Iran karena "membuka jalan bagi pembunuhan demi kehormatan".

Rekan anggota parlemen Elham Nadaf mengatakan kepada kantor berita ILNA: "Sayangnya, kami menyaksikan insiden seperti itu karena tidak ada langkah konkret untuk memastikan penerapan undang-undang untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan."

Tambah Daftar Kasus Honor Killing

Dilansir New York Post, menurut laporan kantor berita pemerintah Iran, IRNA, kasus pembunuhan yang dilakukan Sajjad bermotif honor killing atau pembunuhan demi martabat. Honor killing merupakan pembunuhan anggota keluarga karena pelaku beranggapan korban melakukan tindakan yang memalukan kehormatan keluarga.

Kasus ini menambah kian panjang daftar kasus honor killing di Iran. Kasus honor killing juga pernah terjadi pada Mei 2020 lalu, di mana seorang pria memenggal putrinya yang berusia 14 tahun hingga memicu kemarahan publik. Pria itu dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara akhir tahun 2020 lalu.

"Tidak ada satu minggu pun yang berlalu tanpa suatu bentuk honor killing menjadi berita utama. Kegagalan rezim ulama untuk mengkriminalisasi pembunuhan ini telah menyebabkan peningkatan bencana dalam kasus honor killing," jelas laporan Komite Perempuan Dewan Nasional Perlawanan Iran.

"Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 2019, surat kabar harian Sharq yang dikelola pemerintah menulis bahwa rata-rata tahunan 375 hingga 450 pembunuhan demi kehormatan (honor killing) tercatat di Iran," kata dewan tersebut.

"Kenaikan angka honor killing di Iran berakar pada kebencian terhadap wanita dan budaya patriarki yang dilembagakan dalam hukum dan masyarakat," lanjut kelompok itu.

"Sekalipun memang para ayah, saudara laki-laki atau suami memegang pisau, arit atau senapan, pembunuhan sebenarnya berakar pada pandangan rezim yang berkuasa di abad pertengahan lalu. Saat itu hukum rezim ulama menunjukkan perempuan adalah warga negara tingkat dua yang dimiliki oleh laki-laki," tambahnya. *** (dtc/red)

Posting Komentar

0 Komentar